Senin, 15 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
=== Sejarah Kepramukaan Indonesia ===
A. Pendahuluan
Boden Powell
Pendidikan Kepramukaan di Indonesia merupakan salah satu segi pendidikan nasional yang penting, yang merupakan bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Untuk itu perlu diketahui sejarah perkembangan Kepramukaan di Indonesia.
B. Sejarah Singkat Gerakan Pramuka
Gagasan Boden Powell yang cemerlang dan menarik itu akhirnya menyebar ke berbagai negara termasuk Netherland atau Belanda dengan nama Padvinder. Oleh orang Belanda gagasan itu dibawa ke Indonesia dan didirikan organisasi oleh orang Belanda di Indonesia dengan nama NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging = Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda).
Oleh pemimpin-pemimpin gerakan nasional dibentuk organisasi kepanduan yang bertujuan membentuk manusia Indonesia yang baik dan menjadi kader pergerakan nasional. Sehingga muncul bermacam-macam organisasi kepanduan antara lain JPO (Javaanse Padvinders Organizatie) JJP (Jong Java Padvindery), NATIPIJ (Nationale Islamitsche Padvindery), SIAP (Sarekat Islam Afdeling Padvindery), HW (Hisbul Wathon).
Dengan adanya larangan pemerintah Hindia Belanda menggunakan istilah Padvindery maka K.H. Agus Salim menggunakan nama Pandu atau Kepanduan.
Dengan meningkatnya kesadaran nasional setelah Sumpah Pemuda, maka pada tahun 1930 organisasi kepanduan seperti IPO, PK (Pandu Kesultanan), PPS (Pandu Pemuda Sumatra) bergabung menjadi KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Kemudian tahun 1931 terbentuklah PAPI (Persatuan Antar Pandu Indonesia) yang berubah menjadi BPPKI (Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia) pada tahun 1938.
Pada waktu pendudukan Jepang Kepanduan di Indonesia dilarang sehingga tokoh Pandu banyak yang masuk Keibondan, Seinendan dan PETA. Setelah tokoh proklamasi kemerdekaan dibentuklah Pandu Rakyat Indonesia pada tanggal 28 Desember 1945 di Sala sebagai satu-satunya organisasi kepanduan.
Sekitar tahun 1961 kepanduan Indonesia terpecah menjadi 100 organisasi kepanduan yang terhimpun dalam 3 federasi organisasi yaitu IPINDO (Ikatan Pandu Indonesia) berdiri 13 September 1951, POPPINDO (Persatuan Pandu Puteri Indonesia) tahun 1954 dan PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia)
Menyadari kelemahan yang ada maka ketiga federasi melebur menjadi satu dengan nama PERKINDO (Persatuan Kepanduan Indonesia).
Karena masih adanya rasa golongan yang tinggi membuat Perkindo masih lemah. Kelemahan gerakan kepanduan Indonesia akan dipergunakan oleh pihak komunis agar menjadi gerakan Pioner Muda seperti yang terdapat di negara komunis. Akan tetapi kekuatan Pancasila dalam Perkindo menentangnya dan dengan bantuan perdana Menteri Ir. Juanda maka perjuangan menghasilkan Keppres No. 238 tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka yang pada tanggal 20 Mei 1961 ditandatangani oleh Pjs Presiden RI Ir Juanda karena Presiden Soekarno sedang berkunjung ke Jepang.
Di dalam Keppres ini gerakan pramuka oleh pemerintah ditetapkan sebagai satu-satunya badan di wilayah Indonesia yang diperkenankan menyelenggarakan pendidikan kepramukaan, sehingga organisasi lain yang menyerupai dan sama sifatnya dengan gerakan pramuka dilarang keberadaannya.
C. Perkembangan Gerakan Pramuka
Ketentuan dalam Anggaran Dasar gerakan pramuka tentang prinsip-prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan yang pelaksanaannya seperti tersebut di atas ternyata banyak membawa perubahan sehingga pramuka mampu mengembangkan kegiatannya. Gerakan pramuka ternyata lebih kuat organisasinya dan cepat berkembang dari kota ke desa.
Kemajuan Gerakan Pramuka akibat dari sistem Majelis Pembimbing yang dijalankan di tiap tingkat, dari tingkat Nasional sampai tingkat Gugus Depan. Mengingat kira-kira 80 % penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan 75 % adalah petani maka tahun 1961 Kwarnas Gerakan Pramuka menganjurkan supaya para pramuka mengadakan kegiatan di bidang pembangunan desa. Pelaksanaan anjuran ini terutama di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat menarik perhatian Pimpinan Masyarakat. Maka tahun 1966 Menteri Pertanian dan Ketua Kwartir Nasional mengeluarkan instruksi bersama pembentukan Satuan Karya Taruna Bumi. Kemudian diikuti munculnya saka Bhayangkara, Dirgantara dan Bahari. Untuk menghadapi problema sosial yang muncul maka pada tahun 1970 menteri Transmigrasi dan Koperasi bersama dengan Ka Kwarnas mengeluarkan instruksi bersama tentang partisipasi gerakan pramuka di dalam penyelenggaraan transmigrasi dan koperasi. Kemudian perkembangan gerakan pramuka dilanjutkan dengan berbagai kerjasama untuk peningkatan kegiatan dan pembangunan bangsa dengan berbagai instansi terkait.
Lambang Gerakan Pramuka
Lambang gerakan pramuka adalah tanda pengenal tetap yang mengkiaskan cita-cita setiap anggota Gerakan Pramuka.
Lambang tersebut diciptakan oleh Bapak Soehardjo Admodipura, seorang pembina Pramuka yang aktif bekerja di lingkungan Departemen Pertanian dan kemudian digunakan sejak 16 Agustus 1961. Lambang ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka No. 06/KN/72 tahun 1972.
A. Bentuk dan Arti Kiasan
Bentuk lambang gerakan pramuka itu adalah Silhouette tunas kelapa. Arti kiasan lambang gerakan pramuka :
1. Buah nyiur dalam keadaan tumbuh dinamakan cikal, dan istilah cikal bakal di Indonesia berarti penduduk asli yang pertama, yang menurunkan generasi baru. Jadi lambang buah nyiur yang tumbuh itu mengkiaskan bahwa tiap anggota pramuka merupakan inti bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia.
2. Buah nyiur dapat bertahan lama dalam keadaan yang bagaimanapun juga. Jadi lambang itu mengkiaskan bahwa tiap anggota pramuka adalah seorang yang rohaniah dan jasmaniah sehat, kuat, dan ulet serta besar tekadnya dalam menghadapi segala tantangan dalam hidup dan dalam menempuh segala ujian dan kesukaran untuk mengabdi pada tanah air dan bangsa Indonesia.
3. Nyiur dapat tumbuh dimana saja, yang membuktikan besarnya daya upaya dalam menyesuaikan diri dalam mesy dimana dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun juga.
4. Nyiur tumbuh menjulang lurus ke atas dan merupakan salah satu pohon yang tertinggi di Indonesia. Jadi lambang itu mengkiaskan bahwa tiap pramuka mempunyai cita-cita yang tinggi dan lurus, yakni yang mulia dan jujur, dan dia tetap tegak tidak mudah diombang-ambingkan oleh sesuatu.
5. Akar nyiur tumbuh kuat dan erat di dalam tanah. Jadi lambang itu mengkiaskan tekad dan keyakinan tiap pramuka yang berpegang pada dasar-dasar dan landasan-landasan yang baik, benar, kuat dan nyata ialah tekad dan keyakinan yang dipakai olehnya untuk memperkuat diri guna mencapai cita-citanya.
6. Nyiur adalah pohon yang serba guna dari ujung atas hingga akarnya. Jadi lambang itu mengkiaskan bahwa tiap pramuka adalah manusia yang berguna, dan membaktikan diri dan kegunaannya kepada kepentingan tanah air, bangsa dan negara Republik Indonesia serta kepada umat manusia.
==== Metode Kepramukaan =====
1. Metode Kepramukaan merupakan cara belajar interaktif progresif melalui:
a. Pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
b. Belajar sambil melakukan;
c. Sistem berkelompok;
d. Kegiatan yang menantang dan meningkat serta mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan rohani dan jasmani anggota muda dan anggota dewasa muda;
e. Kegiatan di alam terbuka;
f. Sistem tanda kecakapan;
g. Sistem satuan terpisah untuk putera dan untuk puteri;
h. Kiasan dasar;
2. Metode Kepramukaan pada hakekatnya tidak dapat dilepaskan dari Prinsip Dasar Kepramukaan. Keterkaitan itu terletak pada pelaksanaan Kode Kehormatan.
3. Metode Kepramukaan sebagai suatu sistem, terdiri atas unsur-unsur yang merupakan subsistem terpadu dan terkait, yang tiap unsurnya mempunyai fungsi pendidikan yang spesifik dan saling memperkuat serta menunjang tercapainya tujuan.
Siaga adalah sebutan bagi anggota Pramuka yang berumur 7-10 tahun. Disebut Pramuka Siaga karena sesuai dengan kiasan masa perjuangan bangsa Indonesia, yaitu ketika rakyat Indonesia meyiagakan dirinya untuk mencapai kemerdekaan dengan berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908 sebagai tonggak awal perjuangan bangsa Indonesia.
Kode kehormatan
Kode Kehormatan bagi Pramuka Siaga ada dua, yang pertama disebut Dwi Satya (janji Pramuka Siaga), dan yang kedua disebut Dwi Darma (ketentuan moral Pramuka Siaga). Adapun isinya adalah:
Dwi Satya
Demi kehormatanku, aku berjanji akan bersungguh-sungguh
menjalankan kewajibanku terhadap Tuhan, Negara Kesatuan Indonesia, dan mengikuti tata krama keluarga
setiap hari berbuat kebajikan
Dwi Darma
Siaga berbakti kepada ayah dan ibundanya
Siaga berani dan tidak putus asa
Dua Kode Kehormatan yang disebutkan di atas adalah standar moral bagi seorang Pramuka Siaga dalam bertingkah laku di masyarakat. Jadi kalau ada seorang anggota Pramuka Siaga yang tingkah lakunya tidak sesuai dengan standar moral ini, dia belum bisa disebut Pramuka Siaga seutuhnya.
Satuan
Satuan terkecil dalam Pramuka Siaga disebut Barung dan satuan terbesarnya disebut Perindukan. Sebuah Barung beranggotakan paling banyak 10 orang Pramuka Siaga dan dipimpin oleh seorang Ketua Barung yang dipilih oleh Barung itu sendiri. Masing-masing Ketua Barung ini nanti akan memilih satu orang dari mereka yang akan menjadi Pemimpin Barung Utama yang disebut Sulung. Sebuah Perindukan terdiri dari beberapa Barung yang akan dipimpin oleh Sulung itu tadi.
Syarat Kecakapan
Syarat Kecakapan Umum
Syarat Kecakapan Umum (SKU) adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh seorang Pramuka Siaga untuk mendapatkan Tanda Kecakapan Umum (TKU). TKU dalam Pramuka Siaga ada tiga tingkat, yaitu:
Mula
Bantu
Tata
TKU dapat dikenakan pada lengan baju sebelah kiri dibawah tanda barung. TKU untuk Siaga berbentuk sebuah janur (ini juga diambil dari kebiasaan para pahlawan dulu untuk menandakan pangkat seseorang).
Syarat Kecakapan Khusus
Syarat Kecakapan Khusus (SKK) adalah syarat wajib yang harus dipenuhi oleh seorang Pramuka Siaga untuk mendapatkan Tanda Kecakapan Khusus (TKK). Khusus TKK tingkat Pramuka Siaga berbentuk segitiga sama sisi dengan panjang masing-masing sisi 3 cm dan tingginya 2 cm. TKK dapat dipasang di lengan baju sebelah kanan membentuk setengah lingkaran di sekeliling tanda Kwarda dengan puncak menghadap ke bawah.
Pesta Siaga adalah pertemuan untuk golongan Pramuka Siaga. Pesta Siaga diselenggarakan dalam dan/atau gabungan dari bentuk:
Permainan Bersama, adalah kegiatan keterampilan kepramukaan untuk golongan Pramuka Siaga, seperti menyusun puzzle, mencari jejak, permainan kim dan sejenisnya.
Pameran Siaga, adalah kegiatan yang memamerkan hasil karya Pramuka Siaga.
Pasar Siaga (Bazar), adalah simulasi situasi di pasar yang diperankan oleh Pramuka Siaga sebagai pedagang, sedangkan pembelinya masyarakat umum.
Darmawisata, adalah kegiatan wisata ke tempat tertentu yang pada akhir kegiatan Pramuka Siaga harus menceritakan pengalamannya, dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Pentas Seni Budaya, adalah kegiatan yang menampilkan kreasi seni budaya para Pramuka Siaga.
Karnaval, adalah kegiatan pawai yang menampilkan hasil kreatifitas Pramuka Siaga.
Perkemahan Satu Hari (Persari), adalah perkemahan bagi Pramuka Siaga yang dilaksanakan pada siang hari.
Jambore, adalah pertemuan Pramuka Penggalang dalam bentuk perkemahan besar yang di diselenggarakan oleh kwartir Gerakan Pramuka, seperti Jambore Ranting (tingkat kecamatan), Jambore Cabang tingkat kota/kabupaten), Jambore Daerah (tingkat provinsi), Jambore Nasional (tingkat nasional).
Lomba Tingkat, adalah pertemuan regu-regu Pramuka Penggalang dalam bentuk lomba kegiatan kepramukaan. Lomba tingkat dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari tingkat gugusdepan (LT-I), ranting (LT-II), cabang (LT-III), daerah (LT-IV), nasional (LT-V).
Gladian Pimpinan Regu (Dianpinru), adalah pertemuan Pramuka Penggalang bagi Pemimpin Regu Utama (Pratama), Pemimpin Regu (Pinru) dan Wakil Pemimpin Regu (Wapinru) Penggalang, yang bertujuan memberikan pengetahuan dan pengalaman di bidang manajerial dan kepemimpinan. Dianpinru diselenggarakan oleh gugusdepan, kwartir ranting atau kwartir cabang. Kwartir Daerah dan Kwartir Nasional dapat menyelenggarakan Dianpinru apabila dipandang perlu.
Penjelajahan (Wide Game), adalah pertemuan Pramuka Penggalang dalam bentuk mencari jejak (orienteenering) dengan menggunakan tanda-tanda jejak, membuat peta, mencatat berbagai situasi dan dibagi dalam pos-pos. Setiap pos berisi kegiatan keterampilan kepramukaan seperti morse/semaphore, sandi, tali temali dan sejenisnya.
Latihan Bersama, adalah pertemuan Pramuka Penggalang dari dua atau lebih gugusdepan yang berada dalam datu kwartir ranting atau kwartir cabang mapun kwartir daerah dengan tujuan untuk saling tukar menukar pengalaman. Latihan gabungan ini dapat dilaksanakan dalam bentuk lomba, seperti baris-berbaris, PPPK, senam pramuka dan sejenisnya.
Perkemahan, adalah pertemuan Pramuka Penggalang yang dilaksanakan secara reguler, untuk mengevaluasi hasil latihan di gugusdepan. Perkemahan diselenggarakan dalam bentuk Persami (Perkemahan Sabtu Minggu), Perjusami (Perkemahan Jum'at Saptu Minggu), perkemahan liburan dan sejenisnya.
Gelar (Demonstrasi) Kegiatan Penggalang, adalah pertemuan Pramuka Penggalang dalam bentuk keterampilan di hadapan masyarakat umum, seperti baris-berbaris, PPPK, gerak dan lagu, membuat konstruksi sederhana dari tongkat/bambu dan tali (pioneering), dan sejenisnya.
- Model Pioneering dalam KepanduanMacam Ikatan
1. Ikatan pangkalGunanya untuk mengikatkan tali pada kayu atau tiang, akan tetapi ikatan pangkal ini dapat jugadigunakan untuk memulai suatu ikatan.
2. Ikatan tiangGunanya untuk mengikat sesuatu sehingga yang diikat masih dapat bergerak leluasa misalnyauntuk mengikat leher binatang supaya tidak tercekik.
3. Ikatan jangkarGunanya untuk mengikat jangkar atau benda lainnya yang berbentuk ring.
4. Ikatan tambatGunanya untuk menambatkan tali pada sesuatu tiang/kayu dengan erat, akan tetapi mudah untuk melepaskannya kembali. Ikatan tambat ini juga dipergunakan untuk menyeret balik dan bahkan ada juga dipergunakan untuk memulai suatu ikatan.
5. Ikatan tarikGunanya untuk menambatkan tali pengikat binatang pada suatu tiang, kemudian mudah untukmembukanya kembali. Dapat juga untuk turun ke jurang atau pohon.
6. Ikatan turkiGunanya untuk mengikat sapu lidi setangan leher
7. Ikatan palang
8. Ikatan canggah
9. Ikatan silang
10. Ikatan khaki tiga
Bidang Tali Temali
Dalam tali temali kita sering mencampuradukkan antara tali, simpul dan ikatan. Hal ini sebenarnya berbeda sama sekali. Tali adalah bendanya. Simpul adalah hubungan antara tali dengan tali. Ikatan adalah hubungan antara tali dengan benda lainnya, misal kayu, balok, bambu dan sebagainya.Macam simpul dan kegunaannya
1. Simpul ujung taliGunanya agar tali pintalan pada ujung tali tidak mudah lepas
2. Simpul matiGunanya untuk menyambung 2 utas tali yang sama besar dan tidak licin
3. Simpul anyamGunanya untuk menyambung 2 utas tali yang tidak sama besarnya dan dalam keadaan kering
4. Simpul anyam bergandaGunanya untuk menyambung 2 utas tali yang tidak sama besarnya dan dalam keadaan basah
5. Simpul eratGunanya untuk memendekkan tali tanpa pemotongan
6. Simpul kembarGunanya untuk menyambung 2 utas tali yang sama besarnya dan dalam keadaan licin
7. Simpul kursiGunanya untuk mengangkat atau menurunkan benda atau orang pingsan
8. Simpul penarikGunanya untuk menarik benda yang cukup besar
9. Simpul laso Macam Ikatan dan Kegunaannya
W.R. Supratman – Indonesia Raya
Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
A. Pendahuluan
A. Madrasah Sebagai Lembaga Pendidikan Islam
Kata madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran.[1] Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.[2]
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
Madrasah mulai didirikan dan berkembang pada abad ke 5 H atau abad ke-10 atau ke-11 M. pada masa itu ajaran agama Islam telah berkembang secara luas dalam berbagai macam bidang ilmu pengetahuan, dengan berbagai macam mazhab atau pemikirannya. Pembagian bidang ilmu pengetahuan tersebut bukan saja meliputi ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an dan hadis, seperti ilmu-ilmu al-Qur’an, hadits, fiqh, ilmu kalam, maupun ilmu tasawwuf tetapi juga bidang-bidang filsafat, astronomi, kedokteran, matematika dan berbagai bidang ilmu-ilmu alam dan kemasyarakatan.[3]
Aliran-aliran yang timbul akibat dari perkembangan tersebut saling berebutan pengaruh di kalangan umat Islam, dan berusaha mengembangkan aliran dan mazhabnya masing-masing. Maka terbentuklah madrasah-madrasah dalam pengertian kelompok pikiran, mazhab atau aliran. Itulah sebabnya sebahagian besar madrasah didirikan pada masa itu dihubungkan dengan nama-nama mazhab yang masyhur pada masanya, misalnya madrasah Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah atau Hanbaliyah.[4]
Berdasarkan dengan keterangan di atas, jelaslah bahwa penggunaan istilah madrasah, sebagai lembaga pendidikan Islam maupun sebagai aliran atau mazhab bukanlah sejak awal perkembangan Islam, tetapi muncul setelah Islam berkembang luas dan telah menerima pengaruh dari luar sehingga terjadilah perkembangan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan dengan berbagai macam aliran dan mazhabnya.
Pada awal perkembangan Islam, terdapat dua jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu kuttab yang mengajarkan cara menulis dan membaca al-Qur’an, serta dasar-dasar pokok ajaran Islam kepada anak-anak yang merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan masjid dijadikan sebagai tingkat pendidikan lanjutan pada masa itu yang hanya diikuti oleh orang-orang dewasa. Dari masjid-masjid ini, lahirlah ulama-ulama besar yang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan Islam, dan dari sini pulalah timbulnya aliran-aliran atau mazhab-mazhab dalam berbagai ilmu pengetahuan, yang waktu itu dikenal dengan istilah madrasah. Kegiatan para ulama dalam mengembangkan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat Islam maju dengan pesatnya, bahkan dari satu periode ke periode berikutnya semakin meningkat.
Untuk menampung kegiatan khalaqah yang semakin banyak, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajaran dan bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan, maka dibangunlah ruangan-ruangan khusus untuk kegiatan khalaqah atau pengajian tersebut di sekitar masjid. Di samping dibangun pula asrama khusus untuk guru dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar setiap hari secara teratur, yang disebut dengan zawiyah atau madrasah yang pada mulanya hanya dibangun di sekitar masjid, tetapi pada perkembangan selanjutnya banyak dibangun secara sendiri.
Pada hakikatnya timbulnya madrasah-madrasah di dunia Islam merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan kegiatan proses belajar mengajar dalam upaya untuk menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat dan bertambah setiap tahun ajaran.
Sementara itu, madrasah boleh dikatakan sebagai fenomena baru dari lembaga pendidikan Islam yang ada di Indonesia, yang kehadirannya sekitar permulaan abad ke-20. Namun dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajarannya masih belum punya keseragaman antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, terutama sekali menyangkut kurikulum dan rencana pelajaran. Usaha ke arah penyatuan dan penyeragaman sistem tersebut, baru dirintis sekitar tahun 1950 setelah Indonesia merdeka. Dan pada perkembangannya madrasah terbagi dalam jenjang-jenjang pendidikan; Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.
B. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Di Madrasah
Sistem pengajaran yang digunakan di madrasah adalah perpaduan antara sistem pada pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern. Penilaian untuk kenaikan tingkat ditentukan dengan penguasaan terhadap sejumlah bidang pengajaran.tertentu.
Pada perkembangan selanjutnya sistem pondok mulai ditinggal, dan berdirilah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian pada tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah, di mana mata pelajaran hanya agama dengan penggunaan kitab-kitab bahasa arab.
Sebagai pengaruh dari ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagai halnya buku-buku pengetahuan umum yang belaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dalam bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah untuk tingkat dasar, Madrasah Tsanawiyah untuk tingkat menengah pertama, dan adapula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang disebut normal Islam.[5]
Pada tahap selanjutnya penyesuaian tersebut semakin meningkat dan terpadu dengan baik sehingga sukar untuk dipisahkan dan dibedakan antara keduanya, kecuali madrasah yang langsung ditulis predikat Islamiyah. Kurikulum madrasah atau sekolah-sekolah agama, mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu pemerintahan RI dalam hal ini oleh Kementerian Agama mulai mengadakan pembinaan dan pengembangan terhadap sistem pendidikan madrasah. Melalui Kementerian Agama, madrasah perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada di dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit enam jam seminggu.
Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya sistem pendidikan dan pengajaran di madrasah merupakan perpaduan antara sistem yang berlaku di pondok pesantren dengan sistem yang berlaku di sekolah-sekolah modern.
Sejak timbulnya madrasah dan menjadikannya sebagai lembaga pendidikan yang mandiri, tanpa bimbingan dan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, madrasah dan pesantren mulai mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pemerintah RI. UUD 1945 mengamanatkan, agar mengusahakan terbentuknya suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat nasional yang diatur undang-undang.[6]
Untuk melaksanakan amanat tersebut, BPKNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat pada masa itu, merumuskan pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari 10 pasal. Pada pasal 5 (b) sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, menetapkan bahwa “madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat akar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaknya juga mendapat perhatian dan bantuan materil dari pemerintah.[7]
Dalam hal ini wewenang pembinaan dan pemberian bantuan dan tuntunan tersebut diserahkan kepada Kementerian Agama. Tujuan pembinaan dan bantuan adalah agar madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam berkembang secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional, sebagaimana yang dikehendaki oleh UUD 1945.
Usaha integrasi tersebut ternyata tidak berjalan mudah. Sikap mandiri dan sikap non-kompromi dengan pemerintah pada masa sebelumnya, masih tetap berakar dalam masyarakat. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan madrasah tersebut dilaksanakan dengan penuh kebijaksanaan dan dilaksanakan secara bertahap.
Selanjutnya dalam rangka meningkatkan madrasah sesuai dengan sasaran BPKNIP agar madrasah dapat bantuan materil dan bimbingan dari pemerintah, maka kementerian agama mengeluarkan peraturan Menteri Agama No. I tahun 1952. Menurut ketentuan ini, yang dinamakan madrasah ialah “tempat pendidikan yang telah diatur sebagai sekolah dan memuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya”.[8]
Dengan persyaratan tersebut, maka diadakanlah pendaftaran madrasah-madrasah yang memenuhi syarat. Pada tahun 1954 tampak madrasah yang memenuhi persyaratan untuk seluruh Indonesia berjumlah 13.849 buah sebagaimana dikemukakan dalam tabel di bawah ini.
Tingkat Madrasah | Jumlah Madrasah | Jumlah Murid |
Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Madrasah Aliyah | 13.057 776 16 | 1.927.777 87.932 1.881 |
Jumlah | 13.849 | 2.017.590 |
Data tersebut diambil dari Mahmud Yunus.[9]
Dalam upaya pemerintah untuk menyediakan guru-guru agama untuk sekolah dan guru-guru umum serta lembaga pendidikan lainnya pada tahun 1951 Kementerian Agama mendirikan Sekolah Guru Agama Islam (SGAI) dan sekolah Guru dan Hakim Agama Islam (SGHAI) di beberapa tempat. Berdirinya kedua jenis sekolah guru tersebut banyak manfaatnya bagi perkembangan dan pembinaan madrasah, karena kedua jenis sekolah guru ini, memberikan kesempatan bagi para alumni madrasah dengan persyaratan tertentu untuk memasukinya. Hal tersebut telah mendorong penyelenggaraan madrasah untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan pemerintah. Pada alumni kedua jenis sekolah guru agama tersebut, diperbantukan pada madrasah-madrasah guna mempercepat proses pembinaan dan perkembangannya, menuju kepada pengintegrasian ke dalam sistem pendidikan nasional.[10]
Kedua jenis sekolah guru itu, kemudian namanya diubah menjadi PGA (Pendidikan Guru Agama) dan SGHA (Sekolah Guru dan Hakim Agama). PGA menyediakan calon guru agama untuk sekolah dasar dan madrasah tingkat Ibtidaiyah, sedangkan SGHA menyediakan calon-calon guru agama untuk tingkat sekolah menengah baik sekolah agama maupun sekolah umum, dan hakim pada Pengadilan Agama. Pada tahun 1957 SGHA disebut sebagai PGA dan untuk keperluan tenaga pendidikan hakim agama didirikan PHIN (Pendidikan Hakim Negeri). Pada masa itu banyak madrasah tingkat Tsanawiyah dan Aliyah berubah menjadi PGA. Dengan demikian, di samping PGA pertama (4 tahun), 9 buah PGA atas (2 tahun) dan 1 buah PHIN (3 tahun).[11]
Upaya pembinaan madrasah, menuju kesatuan sistem pendidikan nasional, semakin ditingkatkan. Usaha tersebut tidak hanya merupakan tugas dan wewenang Departemen Agama saja, tetapi merupakan tugas dan wewenang pemerintah secara keseluruhan bersama masyarakat.
Pada tahun 1975, dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah. Hal ini dilatar belakangi bahwa siswa-siswa madrasah sebagaimana halnya tiap-tiap warga negara Indonesia berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan pengajaran yang sama, sehingga lulusan madrasah, yang menghendaki melanjutkan atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Dalam rangka merealisasikan SKB 3 menteri tersebut, maka pada tahun 1976 Departemen Agama mengeluarkan kurikulum sebagai standar untuk dijadikan acuan oleh madrasah, baik untuk MI, MTs, maupun Madrasah Aliyah.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa pembinaan dan pengembangan madrasah tetap dilaksanakan semenjak munculnya istilah madrasah sampai lahirnya SKB 3 Menteri, di mana madrasah dipersamakan dengan sekolah umum, yang dalam hal ini adalah sekolah negeri umum yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang sederajat. Dan demikian jelasnya bahwa pemerintah tetap memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan madrasah di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar